Tas Carrier
oranye berdaya tampung 36 L nangkring pas dipungung saya, terasa oleng dan
agak berat di bagian pundak karena pressing talinya yang melingkar kiri kanan
atas bahu. walau isinya hanya beberapa potong pakaian, buku bacaan, buku catatan
pribadi, dan beberapa sendal sepatu yang harus menjadi satu. dibagian leher
atas terkalungkan tetali tas hitam kecil yang biasa saya bawa-bawa kebanyak
ruang dan tempat. dua backpack ini adalah barang sekali bawaan terakhirku,
karena dua hari yang lalu barang-barang yang selama ini menemani sepanjang hidup
di sebuah kamar mungil mess 26 K sudah saya kirimkan ke Pekanbaru.
berkat
bantuan dua abang-abang promotor rokok bermerek (teman dari abang saya) rute
Pekanbaru-Perawang-Siak, barang yang tak seberapa itu untuk sementara waktu
bakal di simpan dikediaman saudara laki-laki saya di Marapoyan, Pekanbaru.
sekali lagi terimakasih kepada abang-abang yang telah membantu menitipkan
barang, hingga selamat sampai tujuan. walau isinya sebagian besar pakaian dan
buku-buku.
Saya berpijak hanya bebeberapa belas meter saja dari sebuah kampus Poli Teknik
Rumbai. sepuluh menit yang lalu saya baru saja berjabatan tangan dengan seorang
sahabat namanya Bisri ditempat ini. genggam jabatannya masih terasa hangat ditelapak dan jemari. Tau
saja, pagi ini saya kembali merepotkan mereka-mereka
itu. tidak itu saja, semalam saya nginap dimess sahabat saya Jefri sebagai
malam terakhir di Mess KM 4 Perawang, emoga saja itu bukanlah yang terakhir.
Bisri yang masih tercatat sebagai mahasiswa disalah satu perguruan tinggi diPekanbaru
ini, ia bekerja sambil kuliah. kebetulan Sabtu pagi ini ia ada kelas. Dengan mengunakan
sepeda motornya kami bertolak dari messnya Jefri, saya dan Bisri bertolak ke kota
hanya berjarak satu jam saja dari sini. satu jam itu kita mesti melewati
hamparan kebun yang luas, kebun kelapa sawit. Kalau orang Perawang biasa nyebutnya
PT Sirr.
Sampai disini, entah kapan lagi saya akan
berjumpa dengan Sahabat-sahabat di Perawang nan teruji kesetianya itu,
diantaranya seperti Bisri dan Jefri. Mereka adalah pribadi nyata pemuda-pemuda
yang peduli dengan banyak hal. saya akui mulai semenjak awal mengenal mereka, sampai
belajar ilmu agama bersama, hingga saling berbaur selama dua setengah tahun ini
sungguh mengesankan. semoga kita bersua lagi kawan, di dimensi waktu dan tempat
yang berbeda.
Pagi ini lima belas menitan dari posisi ku berdiri
ini, Bus Trans kota yang kutunggu-tunggu datang juga. lajunya dari kejauhan
memecah lamunan tentang Perawang, saya tinggal disana selama tiga tahun tiga
bulan. mengalami banyak hal, mentransformasi diri untuk harus lebih banyak
belajar, untuk bersabar, untuk menjaga diri dan keluarga, belajar setia pada
orang-orang sekeliling, menjaga kekeluargaan dengan penuh suka dukanya.
Ahhhh…!!
terlalu banyak kenangan, tak terkatakan. “I like Perawang” kota kecil yang tak
terlupakan, semoga esok hari saya akan kembali menjejaki mu, dalam Jejak Langkah yang ke sekian dan bertemu
dengan orang-orang luar biasa disana.
Putih, biru menjadi warna khas mendominasi
badan bus. Banyak orang memandang jalur rute transportasi di tanah negeri
melayu ini cukup membinggungkan. tapi pemerintah kota cukup jeli dengan problem
ini, kehadiran Trans Pekanbaru ditengah-tengah
masyarakat di kota ini. cukup membantu jika mau bepergian, termasuk pendatang
baru seperti saya. Dan tentu saja akan lebih hemat bagi saya yang naik dari Rumbai
menuju Marapoyan, Kubang (ini wilayah dari sudut-kesudut Kota lho). Dengan jarak
sejauh itu kita butuh waktu 40 menit lebih dengan segala macet, berhenti dihalte-halte
dan sebagainya.
Rumbai-Kubang itu kita perlu dua kali transit. Satu lagi, menggunakan
armada ini tentu saja lebih ekonomis dan cukup nyaman. Tak terbayang bagi sipejalan kelas sandal jepit seperti
saya jika naik oplet sejauh itu,
dengan suhu yang bisa bikin meleleh. Mungkin saya akan menghabiskan berpuluh-puluh
ribu untuk sampai keMarapoyan, kubang. Selain efek kantong saya kering,
tenggorokan saya juga akan kering akibat krisis cairan dan amazingnya panas
tengah hari dikota ini.
Dan matahari pun mulai menampakkan
kegarangannya, bersinar begitu cerah saat hangatnya pagi menyambut teriknya
siang. Cahaya-cahaya tajam menyeruak bebas menembus kaca-kaca bus, terasa
hangat saat menyentuh kulit jemari.
Bus bernomor seri-08 itu dengan leluasa
membelah jalan Riau, tampak belum seramai seperti biasanya. mungkin karena hari
ini hari sabtu dan masih cukup pagi bagi orang-orang yang malas bangkit dari
tempat tidur, walau sekedar untuk berolah raga dipenghujung minggu ini. saya
mengamati entah sudah berapa kali bus ini berdampingan dengan bus kota lainya,
meninggalkan asap knalpon tebal. menganggu udara pagi dengan gas buang bewarna
hitam, kadang gemar sekali ngetem sesukanya, berkecepatan tak menentu.
ah..
mungkin saja sang sopir ngejar setoran diawal waktu dan menaroh rapan pada para
pelajar dan mahasiswa yang mulai sibuk di pagi ini. Tak jarang bagi mereka yang
berkendara sepeda motor kadang harus terpinggirkan di sisi badan jalan, harus
terbiasa dengan keadaan ini kalau tidak bisa-bisa kecelakaan berlalu lintas
terjadi begitu saja.
Serambi menikmati suasana, saya manfaatkan
waktu untuk membalas Chat teman-teman yang sedari tadi masuk, umumnya dari teman-teman
sejawat mess Perawang,
“sudah sampai dimana bro?
“smoga
lancar perjalanannya besok ya” jangan lupa teman mu yang KECEH BADAiii- ini ya”
:D
kapan-kapan
main lagi lah kesini” dan lain-lain.
Saya balas dengan cepat dan seserpihan
tulisan dan segurat senyuman. InshaAllah
sob…
****
Dijalan sudirman. Bagi yang akan melanjutkan
rute Marapoyan, Pasir putih. maka bakal transit disalah satu halte disana,
dengan menggunakan Bus ber nomor seri-01. Sepanjang jalan sudirman, suasana
yang cukup bikin nyaman dihari terakhir ini, sebelum keberangkatan ini. menatap
deretan gedung pemerintahan dan swasta sepanjang kana kiri jalan.
Toko Buku, oh
iya….. toko buku terbesar dikota ini. Mata ku baru saja menyapu sebuah tempat
paling saya favoritkan itu, tempat yang menyenangkan. tempat saya bisa melihat
uniknya hoby orang-orang dibelahan bumi sana, tempat dimana saya bisa merasakan
bagaimana pendidikan menjadi tolak ukur kemajuan negeri seperti Negara-negara
diluar sana. bagaimana begitu banyak cara untuk mengispirasi orang-orang. Bagaimana
peran kreatifitas mampu memudahkan pekerjaan, dan lain sebagainya.
Toko buku yang terkenal ini, sering sekali
saya kunjungi beberapa tahun ini. Saat libur, adalah saatnya mencari sesuatu yang
membuat saya lebih banyak tau bagaimana menariknya sesuatu diluar sana. Makin
saya mengetahui, semakin besar ingin saya mengunjunginya, menjamahnya,
merasakannya, dan berbaur dengan orang-orangnya (jiwa backpacker). Ahhh… kadang
tak jarang saya tuliskan rencana-rencana yang menarik (menarik bagi saya)dalam
secarik kertas. Dibanyak waktu imajinasi-imajinasi itu suka menari-nari indah
dikepala.
Beberapa menit berlalu, bus akan berhenti di persimpangan
pasir putih. Biasanya orang bilang disini halte EsDe karena pas dekat sebuah bangunan Sekolah Dasar. Saatnya transit sekali lagi, biasanya disini perlu
menunggu agak lama kira-kira 10-15 menit, mungkin khusus dirute ini armada bus
yang tidak begitu banyak. Nah.. di Halte ‘EsDe” disini bus yang melewati daerah
Kubang adalah bernomor seri-06.
Inget no serinya, jangan salah. Karena di halte
ini akan berhenti bus dengan no seri yang berbeda. Pernah beberapa waktu yang
lalu, mungkin sore itu saya sedang lelah,
dekil, keringatan kosentrasih tak menentu.
Bus yang ditungguin datang, perlahan
naik (tampa melihat no seri dibagian kaca) dan beberapa menit kemudian baru
sadar ternyata arahnya berlawanan dengan yang saya mau, “lho, mas ini arahnya kemana? Ke
Sudirman mas”. Lalu saya clingak-clingukan lihat kaca depan. Yahh..ampun “Ini…Kosong Satu”. Ok fixs…
saya salah bus. Dengan terpaksa saya berhenti di halte terdekat. Dengan gontai
nungguin bus dan balik lagi.. lelah saya. Smenjak itu saya semakin lebih fokus
lagi dalam nginget no seri bus. Focus untuk yang lain belum tentu sih haha.
Sampai di gerbang kantor depan saya beri kode
keseorang security, tentu saja sudah begitu hafal dengan wajah saya begitu juga
dengan saya pada wajahnya, karena sering berkunjung kesini. ia sedang santai di
dalam sebuah bilik penjagaan. Perlahan ia membukakkan pagar, sembari melempar
senyum seperti biasa ke saya. Saya tau ia sudah mengetahui kedatangan saya
kesini, kesekian belasan kali yaitu numpang “nginap gratis”.
“Gimana
mas” jadi besok berangkat ?”’ Tanyanya singkat sambil mempersilahkan saya
duduk dikursi panjang pelataran pos jaga yang setia ia tongkrongin itu. “InsyAllah besok pagi-pagi sekali pak”.
Jawab ku. setelah beberapa percakapan, saya kemudian ambil konci, perlahan mohon
diri untuk bertolak ketempat tinggal si abang. Saudara saya ini ia bekerja di
kantor cabang perusahaan rokok ternama tersebut (kantornya yang ada pos
penjagaan ini).
tepat dibelakang kantor ini lah ia tinggal, nan saya ketahui
karena jabatannya sudah cukup lumayan maka ia dapat fasilitas sebuah mess. Satu
dari dua mes yang ada. L-u-m-a-y-a-n.
Si abang kebetulan sedang tidak ada ditempat,
posisinya sedang berada di Tanjung Pinang, kepulauan Riau. ia ada urusan
pekerjaan sekalian ada urusan keluarganya disana. Jadi malam ini tetap seperti
biasa aku sendiri. menuggu pagi esok, minggu 01 Maret 2015. tak terasa setelah
istirahat sebentar perutku yang sedari tadi hanya bersarapan lontong gulai (bersama
sahabat saya Jefri) sudah mulai kembali menciut. Makanan, bahan-bahan di kulkas
dan didapur sedang kosong. Oke sebaiknya cari keluar saja.
Langit mulai ditutupi dengan gumpalan putih
awan, terlihat cukup jelas dari balik bangunan dua lantai ini. Sesekali suara
mobil box perlahan membentuk barisian dan parkir yang rapi, tepat dikiri dan
belakang gedung ini.
Sekali lima
belas menit atau mungkin lebih cepat. Diatas kepala selalu terdengar dengan sangat jelas mengaum suara
pesawat yang bakal landing atau pun
sedang take off. Hunian ini sangat
dekat dengn bandara Sultan Syarif kasim II, sakin dekatnya polusi suaranya
memekakan telinga. Mungkin jaraknya hanya 15 menit saja dari sini.
Alam sore secara alami perlahan menurunkan
tingkat kalor efek panas Ultraviolet dipenghujung hari ini. Sembari warna
cahanya mulai menguning membasuh debu yang beterbangan disepanjang jalanan. aku
duduk mengamati di depan mess ini. Menikmati suasana yang mungkin untuk
beberapa waktu kedepan akan saya rindukan.
ahhhhh… mungkin lebih kepada suasana
dan sahabat-sahabat saya di Perawang sana. Ini mungkin bait-bait terakhir yang
saya rindukan dipenghujung Februari dipekanbaru ini. Mungkin esok akan ada
sesuatu yang lebih menarik untuk dikaji, dengan pola fikir, referensi perilaku,
keragaman, mengapresiasi usaha orang lain, sahabat-sahabat baru dan mungkin
banyak lagi. walau hanya pergi belajar beberapa bulan saja.
Ah….. mungkin banyak lagi perubahan positif
yang ada didepan saya saat ini. Dan tentu keadaan ini mendorong saya untuk
tetap tegar menjalaninya dengan baik.
Bukan, bukan saya kurang merasa beruntung
karena keberangkatan besok tidak ada yang menemani oleh siapa pun di Air
Port, atau saya malam ini hanya sendiri disini. Ah.. tidak, sungguh tidak
sesederhana itu kawan. Entah kenapa begitu “terasa” meninggalkan orang-orang mengesankan dari sebuah kota kecil bernama Perawang,
yang sekian puluh bulan bersama, sungguh aku merindukan kebersamaan itu.
jeprett...saat Trans Pekanbaru lagi kosong di pagi hari
sepi,ya udah selfie lah :D
...
Bersambung
Farieco Paldona Putra