Minggu, 08 Februari 2015

Ibu-ibu pembersih Dedaunan

Seperti biasa jam tujuh pagi saya keluar dari mes, tempat dimana telah saya tinggali beberapa tahun ini.
Seperti hari-hari biasanya saat berangkat bekerja saya selalu di sambut dengan senyuman hanggat dari si ibu-ibu yang sedang menyapu daun-daun jambu yang bertebaran tepat dihalaman mess saya.

Bukan itu saja, didepan mess yang saya tempati juga ada beberpa batang pohon lain berupa Ceri, Matoa, mangga dan Beringin.
Blok F ini termasuk mess yang banyak pepohonanya, secara tidak langsung juga banyak sampah dedaunan yang berjatuhan disetiap harinya.

Sebagai pembersih rutin komplek ini, ibu-ibu itu selalu setia setiap hari membersihkan daun-daun yang berjatuhan itu. 

"Sempat saya berfikir, sampai kapan pekerjaan ini selesai, karena daun yang berjatuhan itu akan tetap selalu ada selama pohon-pohon itu masih hidup".
"Ah..itu pekerjaan yang tidak berkesudahan" ucapku dalam hati .


Jam 11.30 wib

Saya kembali pulang untuk istrhat dan makan siang.
Dibanyak kesempatan walau tidak berpas-pasan aku masih melihat sang ibu-ibu, mereka menyapu tempat yang sama seperti saya lihat pagi tadi.

Karena ada diantara mereka yang hampir berpas-pasan dengan saya.
saya beranikan bertanya ke salah satu ibu itu, 

"siang bu udah makan siang"? 

"Belum dek.." nanti makan nya siap sholat zhuhur".
jawabnya pelan, lalu tersenyum.


"Bu maaf nih ini daun2, Tadi pagi sudah dibersihkan, "lho skrang kok di bersihkan lagi"? 

"Kenapa tidak besok aja... ?kan capek." Ucap ku .

" buk daun ini bakal ada terus lho. "

"Gimana kalo di pangkas atau di tebang aja bu biar ga banyak sampahnya," usulku pada ibu tersebut.

Ibu itu tiba-tibak seketika duduk dekat kursi depan mess 06 itu , perlahan saya juga duduk pas disamping beliau.
Sambil membuka topi lusuh dan sarung tangan abu-abu itu beliau memulai pembicaraan.


" nak kamu tau"? 'Menyapu galaman ini sudah menjadi pekrjaan kami beberpa tahun-tahun" , bahkan semenjak pohon jambu ini belum besar dan rimbun seperti saat ini"

"Dan kau tau ? ."dengan tak henti-hentinya daun-daun ini berjatuhan, adalah berkah bagi kami." Karena dengan jatuh daun-daun tua itu artinya setiap hari kami akan tetap ada pekrjaan dan tentu saja menerima gaji setiap bulannya.
Dan semua itu sangat berarti bagi kami"
.
"Terakhir, biarlah pohon ini menjadi penyejuk jomplek ini, melindungi kalian semua yang tinggal di sini dari panas terik matahari"Bahkan gersangnya musim kemarau".


Ibu itu tersenyum lagi.

mengenakan topi lusuhnya, dan tak lupa sarung tangan abu-abu itu.beliau pamit seketika dan kembali bekerja.

Saya masih terpaku duduk di kursi itu, masih menggunakan sepatu rapi, baju rapi.
Terhenyuh... mendengar penjelasan ibu itu... 


suatu pesan isarat, agar tetap dalam dekapan kesyukuran. Subahanallah "terimakasih ibu'.




 
Farieco paldona putra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar