Sabtu, 28 Februari 2015

JEJAK LANGKAH Episode 1: Sampai nanti Kota kecil

Tas Carrier oranye berdaya tampung 36 L nangkring pas dipungung saya, terasa oleng dan agak berat di bagian pundak karena pressing talinya yang melingkar kiri kanan atas bahu. walau isinya hanya beberapa potong pakaian, buku bacaan, buku catatan pribadi, dan beberapa sendal sepatu yang harus menjadi satu. dibagian leher atas terkalungkan tetali tas hitam kecil yang biasa saya bawa-bawa kebanyak ruang dan tempat. dua backpack ini adalah barang sekali bawaan terakhirku, karena dua hari yang lalu barang-barang yang selama ini menemani sepanjang hidup di sebuah kamar mungil mess 26 K sudah saya kirimkan ke Pekanbaru. 
berkat bantuan dua abang-abang promotor rokok bermerek (teman dari abang saya) rute Pekanbaru-Perawang-Siak, barang yang tak seberapa itu untuk sementara waktu bakal di simpan dikediaman saudara laki-laki saya di Marapoyan, Pekanbaru. sekali lagi terimakasih kepada abang-abang yang telah membantu menitipkan barang, hingga selamat sampai tujuan. walau isinya sebagian besar pakaian dan buku-buku. 

Saya berpijak hanya bebeberapa  belas meter saja dari sebuah kampus Poli Teknik Rumbai. sepuluh menit yang lalu saya baru saja berjabatan tangan dengan seorang sahabat namanya Bisri ditempat ini. genggam jabatannya  masih terasa hangat ditelapak dan jemari. Tau saja, pagi ini saya kembali merepotkan mereka-mereka itu. tidak itu saja, semalam saya nginap dimess sahabat saya Jefri sebagai malam terakhir di Mess KM 4 Perawang, emoga saja itu bukanlah yang terakhir. 

Bisri yang masih tercatat sebagai mahasiswa disalah satu perguruan tinggi diPekanbaru ini, ia bekerja sambil kuliah. kebetulan Sabtu pagi ini ia ada kelas. Dengan mengunakan sepeda motornya kami bertolak dari messnya Jefri, saya dan Bisri bertolak ke kota hanya berjarak satu jam saja dari sini. satu jam itu kita mesti melewati hamparan kebun yang luas, kebun kelapa sawit. Kalau orang Perawang biasa nyebutnya PT Sirr.   
Sampai disini, entah kapan lagi saya akan berjumpa dengan Sahabat-sahabat di Perawang nan teruji kesetianya itu, diantaranya seperti Bisri dan Jefri. Mereka adalah pribadi nyata pemuda-pemuda yang peduli dengan banyak hal. saya akui mulai semenjak awal mengenal mereka, sampai belajar ilmu agama bersama, hingga saling berbaur selama dua setengah tahun ini sungguh mengesankan. semoga kita bersua lagi kawan, di dimensi waktu dan tempat yang berbeda.

Pagi ini lima belas menitan dari posisi ku berdiri ini, Bus Trans kota yang kutunggu-tunggu datang juga. lajunya dari kejauhan memecah lamunan tentang Perawang, saya tinggal disana selama tiga tahun tiga bulan. mengalami banyak hal, mentransformasi diri untuk harus lebih banyak belajar, untuk bersabar, untuk menjaga diri dan keluarga, belajar setia pada orang-orang sekeliling, menjaga kekeluargaan dengan penuh suka dukanya.
Ahhhh…!! terlalu banyak kenangan, tak terkatakan. “I like Perawang” kota kecil yang tak terlupakan, semoga esok hari saya akan kembali menjejaki mu, dalam Jejak Langkah yang ke sekian dan bertemu dengan orang-orang luar biasa disana. 

Putih, biru menjadi warna khas mendominasi badan bus. Banyak orang memandang jalur rute transportasi di tanah negeri melayu ini cukup membinggungkan. tapi pemerintah kota cukup jeli dengan problem ini, kehadiran Trans Pekanbaru ditengah-tengah masyarakat di kota ini. cukup membantu jika mau bepergian, termasuk pendatang baru seperti saya. Dan tentu saja akan lebih hemat bagi saya yang naik dari Rumbai menuju Marapoyan, Kubang (ini wilayah dari sudut-kesudut Kota lho). Dengan jarak sejauh itu kita butuh waktu 40 menit lebih dengan segala macet, berhenti dihalte-halte dan sebagainya. 

Rumbai-Kubang itu kita perlu dua kali transit. Satu lagi, menggunakan armada ini tentu saja lebih ekonomis dan cukup nyaman. Tak terbayang bagi sipejalan kelas sandal jepit seperti saya jika naik oplet sejauh itu, dengan suhu yang bisa bikin meleleh. Mungkin saya akan menghabiskan berpuluh-puluh ribu untuk sampai keMarapoyan, kubang. Selain efek kantong saya kering, tenggorokan saya juga akan kering akibat krisis cairan dan amazingnya panas tengah hari dikota ini.

Dan matahari pun mulai menampakkan kegarangannya, bersinar begitu cerah saat hangatnya pagi menyambut teriknya siang. Cahaya-cahaya tajam menyeruak bebas menembus kaca-kaca bus, terasa hangat saat menyentuh kulit jemari. 

Bus bernomor seri-08 itu dengan leluasa membelah jalan Riau, tampak belum seramai seperti biasanya. mungkin karena hari ini hari sabtu dan masih cukup pagi bagi orang-orang yang malas bangkit dari tempat tidur, walau sekedar untuk berolah raga dipenghujung minggu ini. saya mengamati entah sudah berapa kali bus ini berdampingan dengan bus kota lainya, meninggalkan asap knalpon tebal. menganggu udara pagi dengan gas buang bewarna hitam, kadang gemar sekali ngetem sesukanya, berkecepatan tak menentu. 

ah.. mungkin saja sang sopir ngejar setoran diawal waktu dan menaroh rapan pada para pelajar dan mahasiswa yang mulai sibuk di pagi ini. Tak jarang bagi mereka yang berkendara sepeda motor kadang harus terpinggirkan di sisi badan jalan, harus terbiasa dengan keadaan ini kalau tidak bisa-bisa kecelakaan berlalu lintas terjadi begitu saja.
Serambi menikmati suasana, saya manfaatkan waktu untuk membalas Chat teman-teman yang sedari tadi masuk, umumnya dari teman-teman sejawat mess Perawang,

 sudah sampai dimana bro?
smoga lancar perjalanannya besok ya” jangan lupa teman mu yang KECEH BADAiii- ini ya” :D
kapan-kapan main lagi lah kesini” dan lain-lain.
Saya balas dengan cepat dan seserpihan tulisan dan segurat senyuman. InshaAllah sob…

****
Dijalan sudirman. Bagi yang akan melanjutkan rute Marapoyan, Pasir putih. maka bakal transit disalah satu halte disana, dengan menggunakan Bus ber nomor seri-01. Sepanjang jalan sudirman, suasana yang cukup bikin nyaman dihari terakhir ini, sebelum keberangkatan ini. menatap deretan gedung pemerintahan dan swasta sepanjang kana kiri jalan. 
Toko Buku, oh iya….. toko buku terbesar dikota ini. Mata ku baru saja menyapu sebuah tempat paling saya favoritkan itu, tempat yang menyenangkan. tempat saya bisa melihat uniknya hoby orang-orang dibelahan bumi sana, tempat dimana saya bisa merasakan bagaimana pendidikan menjadi tolak ukur kemajuan negeri seperti Negara-negara diluar sana. bagaimana begitu banyak cara untuk mengispirasi orang-orang. Bagaimana peran kreatifitas mampu memudahkan pekerjaan, dan lain sebagainya. 

Toko buku yang terkenal ini, sering sekali saya kunjungi beberapa tahun ini. Saat libur, adalah saatnya mencari sesuatu yang membuat saya lebih banyak tau bagaimana menariknya sesuatu diluar sana. Makin saya mengetahui, semakin besar ingin saya mengunjunginya, menjamahnya, merasakannya, dan berbaur dengan orang-orangnya (jiwa backpacker). Ahhh… kadang tak jarang saya tuliskan rencana-rencana yang menarik (menarik bagi saya)dalam secarik kertas. Dibanyak waktu imajinasi-imajinasi itu suka menari-nari indah dikepala. 

Beberapa menit berlalu, bus akan berhenti di persimpangan pasir putih. Biasanya orang bilang disini halte EsDe karena pas dekat sebuah bangunan Sekolah Dasar. Saatnya  transit sekali lagi, biasanya disini perlu menunggu agak lama kira-kira 10-15 menit, mungkin khusus dirute ini armada bus yang tidak begitu banyak. Nah.. di Halte ‘EsDe” disini bus yang melewati daerah Kubang adalah bernomor seri-06. 
 Inget no serinya, jangan salah. Karena di halte ini akan berhenti bus dengan no seri yang berbeda. Pernah beberapa waktu yang lalu, mungkin sore itu saya sedang lelah, dekil, keringatan kosentrasih tak menentu. 
Bus yang ditungguin datang, perlahan naik (tampa melihat no seri dibagian kaca) dan beberapa menit kemudian baru sadar ternyata arahnya berlawanan dengan yang saya mau, “lho, mas ini arahnya kemana? Ke Sudirman mas”. Lalu saya clingak-clingukan lihat kaca depan. Yahh..ampun “Ini…Kosong Satu”. Ok fixs… saya salah bus. Dengan terpaksa saya berhenti di halte terdekat. Dengan gontai nungguin bus dan balik lagi.. lelah saya. Smenjak itu saya semakin lebih fokus lagi dalam nginget no seri bus. Focus untuk yang lain belum tentu sih haha.

Sampai di gerbang kantor depan saya beri kode keseorang security, tentu saja sudah begitu hafal dengan wajah saya begitu juga dengan saya pada wajahnya, karena sering berkunjung kesini. ia sedang santai di dalam sebuah bilik penjagaan. Perlahan ia membukakkan pagar, sembari melempar senyum seperti biasa ke saya. Saya tau ia sudah mengetahui kedatangan saya kesini, kesekian belasan kali yaitu numpang “nginap gratis”. 

Gimana mas” jadi besok berangkat ?”’ Tanyanya singkat sambil mempersilahkan saya duduk dikursi panjang pelataran pos jaga yang setia ia tongkrongin itu. “InsyAllah besok pagi-pagi sekali pak”. Jawab ku. setelah beberapa percakapan, saya kemudian ambil konci, perlahan mohon diri untuk bertolak ketempat tinggal si abang. Saudara saya ini ia bekerja di kantor cabang perusahaan rokok ternama tersebut (kantornya yang ada pos penjagaan ini). 
tepat dibelakang kantor ini lah ia tinggal, nan saya ketahui karena jabatannya sudah cukup lumayan maka ia dapat fasilitas sebuah mess. Satu dari dua mes yang ada. L-u-m-a-y-a-n.

Si abang kebetulan sedang tidak ada ditempat, posisinya sedang berada di Tanjung Pinang, kepulauan Riau. ia ada urusan pekerjaan sekalian ada urusan keluarganya disana. Jadi malam ini tetap seperti biasa aku sendiri. menuggu pagi esok, minggu 01 Maret 2015. tak terasa setelah istirahat sebentar perutku yang sedari tadi hanya bersarapan lontong gulai (bersama sahabat saya Jefri) sudah mulai kembali menciut. Makanan, bahan-bahan di kulkas dan didapur sedang kosong. Oke sebaiknya cari keluar saja.

Langit mulai ditutupi dengan gumpalan putih awan, terlihat cukup jelas dari balik bangunan dua lantai ini. Sesekali suara mobil box perlahan membentuk barisian dan parkir yang rapi, tepat dikiri dan belakang gedung ini. 

Sekali lima belas menit atau mungkin lebih cepat. Diatas kepala selalu  terdengar dengan sangat jelas mengaum suara pesawat yang bakal landing atau pun sedang take off. Hunian ini sangat dekat dengn bandara Sultan Syarif kasim II, sakin dekatnya polusi suaranya memekakan telinga. Mungkin jaraknya hanya 15 menit saja dari sini.

Alam sore secara alami perlahan menurunkan tingkat kalor efek panas Ultraviolet dipenghujung hari ini. Sembari warna cahanya mulai menguning membasuh debu yang beterbangan disepanjang jalanan. aku duduk mengamati di depan mess ini. Menikmati suasana yang mungkin untuk beberapa waktu kedepan akan saya rindukan. 
ahhhhh… mungkin lebih kepada suasana dan sahabat-sahabat saya di Perawang sana. Ini mungkin bait-bait terakhir yang saya rindukan dipenghujung Februari dipekanbaru ini. Mungkin esok akan ada sesuatu yang lebih menarik untuk dikaji, dengan pola fikir, referensi perilaku, keragaman, mengapresiasi usaha orang lain, sahabat-sahabat baru dan mungkin banyak lagi. walau hanya pergi belajar beberapa bulan saja.

Ah….. mungkin banyak lagi perubahan positif yang ada didepan saya saat ini. Dan tentu keadaan ini mendorong saya untuk tetap tegar menjalaninya dengan baik. 

Bukan, bukan saya kurang merasa beruntung karena keberangkatan besok tidak ada yang menemani oleh siapa pun di Air Port, atau saya malam ini hanya sendiri disini. Ah.. tidak, sungguh tidak sesederhana itu kawan. Entah kenapa begitu “terasa” meninggalkan orang-orang mengesankan dari sebuah kota kecil bernama Perawang, yang sekian puluh bulan bersama, sungguh aku merindukan kebersamaan itu.

 jeprett...saat Trans Pekanbaru lagi kosong di pagi hari

 sepi,ya udah selfie lah :D

...
Bersambung


Farieco Paldona Putra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar