yuk!! kita lanjutin kisahnya... hehe ^.^
---
Di
tempat yang baru saja ku menyelesaikan sholat malam ku. ku lihat istriku nampak
tumbang seketika dan terkapar didepan pintu … sontak aku kaget dan segera
berlari depan pintu… aku sungguh khwatir, kaget “Din….. Dindaaaaaa” ….?? Sahut
ku parau.
Aku
merangkulnya, memeluknya, rasa cemas ku
mulai tak menentu.
Dalam
posisi masih memeluk istriku, nampak di wajah Wawan kecemasan yang luar biasa.
“bapak”
hmmm… putra bapak Irr…”
Belum
ia menyelesaikan kalimat yang tak jelas dan terbata-bata itu, aku langsung memotong
kalimatnya,
“Wan
segeralah pergi ke ruangan tengah, ambil minyak angin di kotak P3 (diatas rak
kecil) dan segelas air putih”
Aku
berusaha untuk tidak panik, ku bujurkan kakinya dengan lurus perlahan kemudian
memposisikan kepala lebih rendah dari pada kaki agar darahnya dapat mengalir
dengan baik ke otak. Kemudian mulai menyahutnya kemabali dengan rangsangan
suara diantara alis dan telinga, suara ku mulai terasa begitu berat dan
serak.
“dinda….
!!Din?..Dindaaaa..
Karena
suara ku, dia mulai sedikit bergerak reflek kemudian ku dekatkan bau yang cukup
menyengat dekat hidungnya (minyak angin) perlahan dia membuka mata dan
terbangun. “Alahamdulillah..” sahut ku dan aku tersenyum kepadanya. aku
berusaha memperbaiki memposisi duduknya dan meminumkan segelas air putih
utuknya.
“ayah”
anak kita Rifaaan…..” ucapnya pelan.. (kemudian air matanya menetes)
“Maaf
bapak, Putra bapak Rifan.. sekarang sedang di rawat di UGD dia terluka parah
karena di gebukkin (hajar) masa beberapa
jam lalu”
Belum
sempat aku bertanya kenapa. Wawan sudah menimpali “Ayo!! sebaiknya kita ke
Rumah Sakit sekarang”!!! jangan sampai terlambat.
Tampa
ada persiapan apa-apa aku dengan sigap mengeluarkan mobil produksi dari garasi
dan istri segera membangunkan Putri dan
Sovia yang tengah terlelap di kamarnya.
Sesampai
dirumah sakit (UGD) Irfan nampak sedang diberikan perawatan di sebuah ruangan,
di luar ada beberapa orang sahabatnya dan
sebuah keluarga yang diantaranya ada seorang ibu yang meronta-ronta dan
mengisi ke adaan. Aku, istri dan anak- anak yang sudah makin cemas, disambut
dengan penjelasan terbatah-terbatah oleh Jefri, ia adalah salah seorang sahabat
baik Rifan yang kami kenal karena pernah beberapa kali menemui Rifan kerumah.
“bapak,
ibu” saya dapat berita, Rifan beberapa jam yang lalu terlibat dalam amukan masa
kareana ia dan teman-temannya ketahuan menjarah sebuah rumah mewah tak jauh
dari lingkungan sekolah”
Mereka
beraksi sebanyak 4 orang, dalam aksi tersebut sempat ketahuan oleh si pemilik
rumah yang tadinya sedang tertidur nyenyak. karena sangat mendesak salah satu
dari mereka melukai seorang bapak-bapak dan seorang anak laki-laki di rumah
itu.
Karena
aksi gagal, mereka berusaha untuk kabur “tiga orang teman-temannya behasil
kabur, sungguh malang, Rifan tak dapat mengelak dia terlambat dan masa sudah
keburu bertindak dan melakukan pengejaran, dan
sungguh-sungguh malang akhirnya dia didatapi, kemudian ia di hajar
habis-habisan oleh warga di lokasi yang tak jauh dari rumah akan dijarah tersebut.
untung saja ketua RT setempat memberi sikap yang tepat, secara sigap melakukan
pelaraian. Yaitu menyelamatkan Rifan dari garangnya amukkan masyarakat” Rifan tak berdaya, Ia langsung di larikan
kerumah sakit, karena kejadian itu bersamaan.
Keluarga
korban yang terluka berat juga langsung di bawa ke Rumah Sakit ini juga, tak
berapa lama waktu berselang anak yang terluka parah dari keluarga korban itu,
baru saja di kabarkan meninggal dunia. Dan si bapak (kepala rumah tangga),
sekarang dalam kondisi kritis”
“Astafirulloh”
gumamku dalam hati, tiba tiba pundak ku terasa begitu pegal, kesemutan dan
sedikit migren ada rasa sakit di kepala bagian belakang, aku menahannya.
Istriku setelah mendengarkan penjelasan Jefri ia menangis sejadi-sejadinya,
terdengar juga suara tangis dan cucuran air mata dari Sovia kemudian memeluk
ibunya. Putri tampak biasa saja (dingin), nampaknya komunikasinya dengan
istriku masih belum benar-benar baik. Kemudian perlahan ia juga melunak memeluk
ibunya.
Sepuluh
menit kemudian, datang seorang dokter keluar dari sebuah ruangan dan
menghampiri kami. Bapak keluarganya Rifan?? Setelah kami melakukan pemeriksaan
serta perawatan, Rifan mengalami retak pada tulang pipi, tulang pergelangan
tangan di posisi Ulna juga patah, dan satu gigi seri atas satu gigi taring
bawahnya patah. mungkin ini pressing yang terlalu kuat dari benda tumpul
beserta amukkan massa. Ada beberapa luka di bagian punggung dan dibagian wajah
yang bakal ada bekasnya . tapi kami sudah melakukan penjahitan.
Hari
sudah menunjukkan pukul 04.14 Wib, kami menginap di kamar tempat Irfan dirawat.
Ibunya nampak duduk di kursi berdekatan dengan Irfan yang tengah berbaring.
Masih menangisi si anak sulung yang tampan kebanggannya itu, kini ia menjadi
sisulung yang tak punya gigi yang lengkap dan wajah berbekas luka (buruk rupa).
Ia (Istriku) nampak sangat terpukul karena kejadin yang sungguh mengejutkan
ini. Anak ku Putri (sibungsu) terlelap dalam pangkuan ku, dan Sovia tersandar
di bahuku kemudian perlahan ikutan tertidur.
Azan
subuh sayub-sayub terdengar dari kejahuan, aku segera berwudlu, bersujud,
memohon ampunan, memohon perlindungan, memohon keberkahan, ketenangan dan
curhat kepada Zat yang menciptakan alam semesta.
*****
Ya
Rabb dikala bukti anugerah Mu menetesi hati hati kami dengan tetesan-tetesan
cinta kenyamanan
Merangkul
jiwa jiwa yang tak semestinya kami agung-agungkan melebihi Mu
Ya
Rabb dikala kapasitas cinta Mu lengah kami sadarkan dalam rentang waktu yang
tak tepat
Bagai
bunga bunga yang mekar di pagi hari lupa akan kecupan segar embun yang
menyiraminya
Ya
Rabb dikala durasi waktu nafas yang Engkau beri tak kunjung kami resapi dalam
kemaslatan umat
Ya
Rabb sungguh kepemimpinan ini tentu nanti pasti Enkau pertanyakan bak penagih
tampa basa basi
Ya
Rabb beri aku kesempatan lagi… untuk berajut asa, dari butiran cinta Mu.
***
Selama
perawatan Rifan dirumah sakit dan perawatan korban. dari kesepakatan bersama
semua biaya korban pihak keluarga kami yang menanggung. Dan mengenai Hukuman
dari pihak yang berwajib tetap berjalan.
Aku
dan istri beserta kerabat kian bekerja keras untuk mengimpun dana untuk
memenuhi pengeluaran yang tak pernah kami bayangkan ini. Kareana butuh dana
yang begitu besar aku terpaksa, menguras habis tabungan usaha kami, beberapa
barang berharga, dan rumah kami juga tergadaikan.
Sementara
ini dengan terpaksa kami tinggal di rumah orang tua istri. Kami sekeluarga
kini bak satlecook yang mempertahankan
batang bulunya yang sudah nyaris patah sehabis dipukul keras raket
berkali-kali, dan mengikuti arus. aku arus sabar dari ujian ini. Mensyukuri apa
yang ada pada hari ini, dan tentunya tetap melindungi keluarga dengan baik.
Beberapa
minggu setelah perawatan putra ku Rifan,
dari hasil sidangnya menyatakan ia difonis dengan kurungan 8 tahun penjara
karena telah terlibat dalam suatu kelompok melakukan pembunuhan dan
penganiayaan (dua orang korban).
Ini
lah kenyataan hari ini di saat situasi ekonomi keluarga yang terasa begitu
makin sulit, di tambah tingkah laku anak-anak diluar dugaan. Kebiasaan untuk
memenuhi kemauannya sudah menjadi darah daging bagi anak, Saat permintaannya tak kunjung terpenuhi.
kekeran, melawan arus menjadi pilihan. tampa mempertimbangkan apa dampaknya.
“anak
ku semoga kamu mendapatkan pelajaran dari semua ini” ucap ku pelan saat fonis
dijatuhkan. Kemudian mengusap rambutnya, mungkanya sisa luka nampak masih lembam dan di perban.
**
terkadang
cobaan hidup menimpukan batu kekepala kita, tapi jika sesuatu di dalam dada ini
selalu berdetak. Di titik itu tak ada pilihan bagi kita selain menikmati rasa
sakit dari timpukan tersebut dan kembali menjalani hidup”
**
Hari
ini genap dua tahun, semejak kejadian itu kehidupan kami terus berlanjut, Putri
dan Sovia sudah Sekolah Menengah Pertama, istriku sudah beberapa bulan ini
berinisiatif membantu perekonomian keluarga dengan membuat bermacam macam
makanana kue. Sedangkan usaha batik rumahan yang aku kelola bak “hidup segan
mati tak mau”, makin lama makin sulit bersaing di pasaran. Aku tetap berusaha
keras mempertahankan usaha turun temurun ini, semampu ku. walau kekhawatiran
akan tidak adanya penerus lagi tetap menghantui pikiranku. Rifan yang ku
harapkan sekarang masih sedang menjalani masa hukumannya.
**
Siang
itu si gadis pincang ku (Sovia) baru pulang sekolah, nampak jilbab putih nya
besah karena keringat sambil menenteng kotak kue yang selalu sudah kosong, dia
agak tergesa-gesa mengucapkan salam
“ayah”
!!
Iya
sayang”! ku tinggalkan pekerjaan ku. dan aku mengampirinya,
“ayah
minggu kemarin di sekolah sovia”, mengadakan audisi pemilihan karya terbaik 10
besar dari hasil lomba karikatur antar sekolah bulan lalu loh”
“dan
karikatur yang terpilih bakal di kontrak oleh salah satu surat kabar selama 1
tahun”.
Ohyah??
Bagus itu. Sahut ku semangat.
“pemilihan
itu sebetulnya sudah seminggu yang lalu tapi aku diam-diam kan saja” hehe
(cekikikan)
Lho
kenapa sayang??
“agar
nanti kalau gambar aku ngak terpilih hmmm… biar ngak ada yang bakal sedih
selain aku” ucapnya pelan dan tersenyum polos.
Ya
udah ngak apa apa sayang, yang penting kamu sudah berusaha keras. kataku mantap
menyemangatinya.
“Tapi,
ayah” sahutnya sambil tersenyam-senyum geli dan …..
....
BERSAMBUNG
..saya mulai ngantuk nih... nexs time kita lanjutin yah .. hehe
Terimakasih
telah membaca ^_^
-farieco_Paldonaputra-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar