Selasa, 23 September 2014

LOVE SOVIA 2



     Istriku ternyata masih ingin sekali mengarahkan anak-anaknya untuk menjadi seorang model atau semacam publik figure seperti yang ia cita-citakan semenjak muda dahulu. Lain halnya bagiku, untuk saat ini yang paling penting anak-anak ku bisa sekolah tinggi serta mandiri, kemudian bisa menjadi penerus usaha batik ini, bagiku itu saja sudah jauh dari kata cukup. 

    Aku sangat berharap kepada sisulung (Rifan) untuk melanjutkan usaha batik ini, sementara istriku begitu sangat membangga-banggakan si sulung di tengah-tengah keluarga yang nota bene adalah bintang basket disekolahnya, langganan juara kelas, ada benarnya juga sahut sepotong pepatah “buah yang jatuh ngak bakal jauh dari pohonnya’, Rifan memilki postur atletis atletis kulit cerah serta wajah yang rupawan. sekilas ia memang punya potensi dan cocok di dunia permodelan mirip aku dikala muda dahulu.

     Sementara itu oleh istriku, sibungsu juga diajarkan dan diberi banyak wejangan bagaimana nantinya bisa menjadi seorang model yang terkenal serta mendapatkan pundi-pundi uang dengan mudah, ya itulah  istriku cita-citakan saat muda yaitu berkarir di dunia “modeling”. Untuk menunjang minat Rifan dan Putri, istriku menyokong secara penuh dan  menfasilitasi semua kebutuhan mereka seperti masuk les Seni, pakaian, camera pendukung untuk dokumentasi dan lain-lain. padahal mereka masih dalam tahap awal pendidikan, aku dan isriku terkadang sering ribut dengan masalah memfasilitasi anak-anak yang terkesan yang begitu berlebihan itu, sampai-sampai ia (istriku) mau menjual perhisan yang pernah kubelikan untuknya. Sungguh ini mengeluarkan dana berlebih-lebihan dan tidak penting.

     Kebiasaan Rifan dan Putri semakin membuatku resah, akhirnya sampai juga hingga ke pergaulan mereka. mereka lebih banyak bergaul dengan kalangan yang terbilang berada (kaya) di sekolahnya, ini adalah kemauan dan dukungan istriku agar pamor anak-anak bisa cepat naik dan terkenal, tak jarang mereka membawa teman-teman sekolahnya kerumah sekedar untuk bercerita kongko-kongko dan bektat tentang gaya hidup, yang sebetulnya hanya bersandiwara agar terlihat kaya mengedepannkan prinsip kegengsian belaka. Sementara itu anak nomor dua ku Sovia begitu sangat terabaikan, saat Rifan atau Putri bersama teman-temannya datang kerumah, istriku selalu menyuruh di iringi bentakan dan tak jarang menghardik Sovia agar cepat masuk ke kamarnya kemudian menutup pintu rapat-rapat dan diam ditempat. 

     Istriku memang merasa sangat malu punya anak yang pincang, menderita penyakit kulit yang mengeluarkan bau tak sedap itu, Sovia terkesan “aib” bagi keluarga kami. Sungguh hati kecil ini meratap melihat kondisi semacam ini, awal-awalnya Sovia selalu menangis bila dipaksa untuk masuk kekamarnya dan lama-kelamaan ia mulai terbiasa mengerti dan tau diri dengan kondisinya itu. 

     Waktu terus berlalu perlahan tapi pasti dengan perawatan yang rutin dan penuh dengan kesabaran yang kujalani dan dengan segenap kasih sayang perhatian ke Sovia. Penyakit kurapnya yang dideritanya mulai mereda, Pelan-pelan rambutnya kembali bisa tumbuh panjang layaknya anak-anak pada umumnya, walau bekas dan sisa-sisa dari penyakitnya masih ada. kala putri bunsungsuku sudah tahun kedua di Sekolah Dasar, aku akhirnya memutuskan untuk menyekolahkan juga Sovia, dengan kondisi fisik yang cacat (pincang) dan memiliki wajah tak secantik adiknya. 

     ia begitu bersemangat saat ku kabari bahwa ia akan belajar setiap hari tempat yang namanya “sekolah” dan akan punya banyak teman layaknya seperti adiknya aku masih ingat apa yang di ucapkannya;



     “terimaksih ayah, sovia senang sekali bakal punya banyak teman” sembari ia berjalan mendekatiku dengan langkah tak beraturan (pincang) dengan tenang ia merangkul ku, memeluk dengan erat, “terimakasih ayah”…. Matanya basah dan berbinar

“iaa sayang, ayah senang jika kamu punya banyak teman” nanti bawa main kemari, seperti temannya kaka dan adik mu” hibur ke sovia. Dan ia mengannguk dan tersenyum.

   Sovia adalah anak yang bersemangat, semua tentang sekolah nya tak luput dari perhatian ku. hasil belajarnya persemester ia memang tak sepintar adiknya, nilai-nilai Sovia “menengah” (rata-rata) tidak begitu jelek dan tidak begitu bagus, tapi ia memiliki sifat tau diri yang “baik”. ia belajar secara konsisiten mandiri setiap hari. Dari waktu ke waktu dari smester kesmester nilai si gadis pincang ku itu menampakkan sebuah perubahan, sekaligus memperlihatkan bakat yang membuat aku dan istriku mulai makin kagum padanya. ia mempunyai kemampuan daya hitung yang sangat baik diantara teman-teman sekelasnya ia sering mendapat nilai sempurna (mendekati), ia juga sering mengajari teman-teman sekelasnya dalam sebuah kelompok belajar, tak jarang teman-temannya Sovia juga datang kerumah untuk berdiskusi dengan Sovia, bahkan adiknya yang telah dua tingkat diatasnya sering dibantu memecahkan soal hitung-menghitung yang katanya rumit itu.

     Sovia perlahan tumbuh sebagai anak yang percaya diri, selain menonjol dari pelajaran menghitung sovia ternyata juga senang dengan seni gambar. siapapun bahkan aku sendiri tidak pernah menyangka saat mengetahui Sovia, si gadis malang yang dulunya sering dipaksa (sambil ter isak-isak) masuk kamar oleh ibunya, dikala teman-temannya kakak dan adiknya datang kerumah. Awalnya aku bahkan istriku mengira Sovia di kamar sedang menangis (karena selalu di omeli istriku tanpa alasan yang jelas) atau sedang memutuskan untuk tidur, ternyata anggapan ku salah.

    Suatu kali di tengah-tengah sovia di suruh mengurung diri di kamarnya, pernah diam-diam aku mengintip dari belakang pintu, aku agak tergaketkan rupanya ia sedang asik mengores-goreskan beberapa pensil warna, kemudian melukiskan diatas kertas gambar di meja belajarnya, aku tiba-tiba terdiam di belakang pintu kamarnya, sekilat itu hati ku berkata “aku kagum pada mu nak, ternyata kamu tidak karna semua ini” 

      Sovia menyibukkan diri dengan sesuatu yang membuat ia senang, dia tidak larut dengan kesedihan. Semejak itu aku mengetahui satu lagi bakatnya yaitu “melukis”. Ke kepoan ku kian berlanjut, karena penasaran, pernah juga suatu saat aku nyelonong kekamar anak ku itu nampak Sovia dan Putri sudah tertidur dengan lelap, aku ingin tahu tentang gambar apa yang di buat oleh sigadisku itu?, ternyata ia punya jiwa seni unik dan dalam. aku terharu melihat goresan detail lukisan kartun yang di buatnya, gamabar putri raja nan cantik dengan gaun yang indah dan seorang raja kemudian prajurit-prajurit yang dilengkapi dengan atribut kerajaan yang detil sekali, dia juga suka membuat jenis jenis pakaian-pakainan cantik yang lagi Trend sekarang, pakaian yang sopan dan modis. selain itu dia juga membuat berbagai macam karikatur lucu, yang mengundang tawa dan unik.

       Ditengah-tengah kebahagiaan yang aku dan istriku rasakan tentang kemampuan Sovia yang tak terduga itu. Rifan yang baru saja lulus dari SMP tiba-tiba secara mengejutkan minta ganti sepeda motor kepada ibunya. karena kondisi usaha (batik) kami yang semakin mengkhawatirkan, akhirya aku tidak memenuhi permintaannya si sulung itu. Dan Rifan mencoba membetak ibunya, aku mencoba untuk menenangkan keadaan, dan perlahan menasehatinya. walau istriku dengan gampang menyarankan agar memenuhi permintaannya Rifan. aku tetap tidak memenuhi permintaan tersebut, Rifan nampaknya marah kepada ku ,begitu juga istriku yang sudah nampak menua itu. aku menyadari hal ini adalah dampak kebiasaan istriku dari dulu yang selalu memberikan apa yang dibutuhkan Rifan. 

     Semenjak keuangan keluarga macet, banyak perubahan yang terjadi pada si bungsu (putri), ia sering adu mulut dengan istriku, karena kebutuhanya sering kali terpaksa tidak dipenuhi. istriku yang sudah terlanjur membiasakan mereka dengan kesenangan dan berkecukupan, sekarang dampaknya mulai diraskan, istriku mulai stres. Rifan yang baru masuk SMA akhir-akhir ini sering pulang malam bahkan ngak pulang selama dua hari, dan beri alasan belajar kelompok, sering mengilahkan nasihan dan teguran ku yang lama-lama mualai lebih tegas, kepadanya. Dalam hal membimbing anak untuk mendalami seni peran, model yang telah menghabiskan waktu dan materi oleh istriku kini aku mulai menyadari bahwa mendorong (memaksa) anak dengan sesuatu yang tidak disenangi adalah cara mendidik yang salah, Rifan barangkali mulai mencari dunia yang membuat dia lebih merasa “berdaya” dan “bebas”, wataknya kian keras dan  susah di atur. begitu juga dengan nilai belajarnya kian tak jelas…,

“ahh…. bagaimana mau menjadi penerus usaha batik keluarga kalau seperti ini!! Gumam ku.  Seiring waktu aku semakin sungguh sungguh mengkhwatirkan kondisi ini.

##

      Suatu malam, tidak seperti biasanya rumah kami digedor-gedor keras oleh seseorang, Putri dan Sovia masih terlelap dikamarnya. istriku sangat kaget dan sejurus kemudian segera membukkan pintu, ternya dia adalah Wawan dia adalah salah satu karyawan kami yang hanya tinggal beberapa orang saja, seiring nafasnya yang masih ngos-ngosan ia terdengar berbincang dengan istriku. Dari tempat ku baru saja menyelesaikan sholat malam ku,,, ku lihat istriku nampak tumbang seketika dan terkapar didepan pintu … 

sontak aku kaget dan segera berlari kearah pintu… aku sungguh khwatir 

“Din….. Dindaaaaaa” ….?? Aku merangkulnya, rasa cemas mulai menyerang..

...
BERSAMBUNG

Terimakasih telah membaca ^_^


Tidak ada komentar:

Posting Komentar