Senin, 27 April 2015

JEJAK LANGKAH Episode 9 : "Assalamualikum Bromo.."

assalamualaikum.... hay apa kabar para pembaca setia...? "semoga dalam keadaan sehat selalu ya" :) ..

"Selamat memebaca" ^-*

***
Petang masih menyisakan penat dipundak, mungkin karena terlalu lama duduk seharian mengikuti aktifitas teori teknik dikelas. Tiga hari dari hari esok adalah hari libur kami dikantor pusat, ada banyak rencana teman-teman buat mengisi liburan  mereka kali ini. dari sekian pilihan, saya lebih tertarik mendengar kata “Bromo”. Yap nama sebuah gunung ter "kecehh"... di Jawa Timur, jelas saya sangat penasaran dengan nama itu. 

Akhir petang itu entah kenapa teman-teman tidak menemukan titik temu tentang jadi atau tidaknya berangkatan. Alasan utamanya adalah motor yang akan disewa tidak cukup sebab rencana terlalu mendadak. Alasan lain jumlah kami yang melebihi ketersediaan motor sewaan, saya mulai lemas atas batalnya keberangkatan ini. 
Malamnya setelah waktu magrib sambil rebahan melepas rasa penat, dan kembali terbayang tentang Bromo yang gagal berangkat. Ah mungkin lain kali, mungkin tidak sekarang.

Bagi saya, seorang nan terlahir dari tanah minang Sumatera Barat yang punya keinginan untuk bisa merasakan berdiri dipuncak gunung bromo adalah wajar tentunya. Saya selalu kagum dengan keindahan Bromo, atau mungkin saya terlalu sering ngebaca artikel tentang perjalanan teman-teman disini. baik dimajalah, Koran, di media sosial, di wab, bahkan di Blogger seperti yang saya lalukan saat ini.

“Banyak hal yang membuat saya tak berhenti untuk selalu penasaran tentang perjalanan, tempat-tempat yang baru, dan beragam tipe manusia. Aku merasakan disetiap tahap itu memiliki Value  tersendiri, antara satu sama lain memiliki porsi yang berbeda buat dijadikan sebuah cerita dan dokumentasi yang tak terlupakan sepanjang hidup.”
****
Beberapa waktu berlalu saya yang tengah istirahat, ada teman yang ngabarin dari Chat Group OJT. Yap… namanya adalah Fiqri, ia adalah salah satu teman saya cukup bersemangat untuk merasakan dinginnya Bromo. Ia mengabarkan motor sewaat sudah diperoleh dan dia mengajakin saya untuk bisa ikut. 

“Terus Saya…??? “Ya menolak lah…!!! ” haha…. :D “menolak jika saya ga boleh ikut” haha.. :D . Okey tampa banyak mikir saya langsung meraih Carrier Orange kesayangan saya, mempersiapkan segala macamnya. Jacket, pakaian lengkap, sepatu, baju ganti, camera, dan semacamnya. Malam itu juga tampa perencanaan yang ribet-ribet banget kita berangkat, bertolak dari Sidoarjo kita akan menuju dataran tinggi yang mungkin banyak pendaki ataupun backpacker dari Sumatera Barat untuk naik kesini walau hanya sekali saja hehe, itulah ia Gunung Bromo si cantik yang sering ku pikirkan hehehe  ^-^.

Perjalanan dimulai, Touring adalah cara kali ini. sepuluh orang kami menggunakan 5 sepeda motor sewaan, malam itu keberangkatan juga berbarengan dengan rombongan yang lain, jadilah rombongan gabungan yang cukup banyak, bolehlah kalo mau nyebut ini sebuah Kompoy mini hehe. 

karena nunggu beberapa orang yang terlambat datang buat ngumpul ditempat yang telah dijanjikan, jam sebelas malam kita baru berangkat. demi kelancaran perjalanan,salah satu teman bagian depan menggunakan tongkat lampu polisi sebagai pemberi aba-aba, penunjuk arah dalam gelapnya malam. Kompoy adalah salah satu cara asik melakukan perjalan yang bisa kamu coba, apa lagi perjalanan yang akan kamu tempuh itu rutenya jauh serta medan yang tak normal.

Sesekali hujan menyapa pundak-pundak kami dan menemani perjalanan kami. Lebih kurang tiga jam perjalanan sepeda motor kita sudah keluar dari jalan raya, kita sudah memasuki jalan yang membelah pebukitan. Dalam kelamnya malam mulai terasa suasana pedesaan berbukit dipenuhi ladang-ladang sayur mayur masyarakat, tercium aroma pertanian dan tanah-tanah yang subur. 
Udara dingin mulai merayu dibalik balik-balik jaket, hawa dingin ini terasa pasi pada kulit yang kini terlambat merespon, lain dari dinginnya angin yang seperti menampar mungka saya sejak awal keberangkatan. Sepeda motor kami satu persatu  perlahan melaju naik ke jalan yang sudah mulai menanjak dan makin menanjak, suaranya makin parau. Dititik ini sesekali kita akan melihat lereng yang curam ditengah gulitanya malam. tampa lampu jalanan, medan jalan aspal yang kini tak lagi lebar, semakin menanjak semaki berhati-hati dan udara semakin dingin.

Tampa terasa kami sudah berada didataran yang cukup untuk melirik indahnya lampu-lampu rumah penduduk dibawah sana. pepohonan tak lagi sama, pohon besar-besar sudah menjadi pemandangan baru tahap ini. sesekali saya naikkan pelipis mata kemudian menengadah kearah langit diatas sana, rupanya ada bintang-bintang kecil cantik yang diam-diam mengintip perjalanan malam ini. Setidaknya jika perjalanan ini beneran sampai ke Bromo, bintang itu menjadi saksinya hehehe.

Pukul empat pagi, kami sampai diarea ketinggian bukit. dimana disinilah tempat yang umum dimanfaatkan banyak orang buat nungguin waktu Sunrise yang pas dan bagus. Dan dari sini juga tempat yang paling baik buat menatap eloknya gunung bromo. Ini lokasi rame banget lho, para pengunjung berdatangan mungkin dari berbagai macam daerah. Setelah parkiran motor, kami terus naiki anak-anak tangga tua menuju ke atas mencari posisi nunggin Sunrise yang paling baik. Dan ternyata bukan main, dilokasi khusus buat pengunjung itu sudah dipenuhi orang-orang tak ubahnya macam pasar. Penuh sesak, padahal masih begitu gelap, disela-sela banyaknya orang kami duduk melingkar dipelataran bebatuan itu. udara dingin masih sangat terasa merasuk hingga kekulit tubuh, walau baju dan jaket yang saya kenakan tak lagi wajar lapisnya.

Pukul 4:48 wib dari ufuk timur mulai menampakkan segurat cahaya yang ditunggu-tunggu oleh semua orang disini. perlahan tapi pasti ia muncul dengan menawan, cahaya kuning keemasan yang masih sangat muda. hanya hitungan detik yang lalu umurnya guratan cahaya itu. para pengunjung tak henti-hentinya mendokumentasikan moment mahal itu dari detik perdetiknya, ada yang sibuk ngefoto dan video. Tingkat keindahan bromo diakuin banyak Negara bisa dilihat dari tingkat jumlah pengunjung orang luar negeri mendatangi tempat ini. Nyatanya memang begitu banyak sekali bule disini. Menikmati setiap sudut pesona negeri ini, termasuk Bromo. 

“Assalamualaikum Bromo….” , ya pemandangan alam yang sedari tadi gelap hitam pekat, tapi kini sang mentari pagi membuka semesta. Gunung Bromo menyapa didepan mata, menguak bulir-bulir mimpi kecil saya dulu tentang gunung Bromo, dulu saya hanya bisa lihat dikalender sudut ruangan rumah. Sungguh cantik ternyata, ini lukisan sang Maha agung yang tak bisa saya gambarin seperti apa.

Cukup berkabut pagi ini, tapi tidak mengurangi keelokan salah satu mutiara alam diJawa Timur ini. 

Puas berfoto dan mendokumentaskan suguhan alam didepan mata, perlahan kami turun lagi menuju gunung bromo yang sedari tadi nampak elok dari kejauhan. Kembali melewati jalan aspal yang tak seberapa lebarnya berkelok-kelok kokoh diantara lereng terjal, pepohonan pinus menjadi santapan segar mata kita disesi ini. lama-lama gunung bromo makin dekat makin terasa pesonanya, “memukau”!!!.

Dibawahnya hamparan padang pasir. Banyak mobil Jib melintasi padang pasir Bromo. Kendaraan ini betul betul menjadi favorite disini, sangat cocok dengan medan jalan, kendaraan lainnya juga ada sepeda motor yang biasa digunakan buat Kross dan yang paling kece adalah kuda. Kuda sewaan menjadi kesukaan tersendiri bagi banyak kalangan terutama bagi anak-anak, ibu-ibu dan para wanita yang ingin meyewa kuda dipadang pasir ini. jalan aspal berakhir ditepi pepasir yang luas, dan sudah mulai terasa panasnya, pasir yang beterbangan.  kita diapit oleh dataran tinggi yang tak bisa kamu temukan di pulau Sumatera sana kawan.

Gunung bromo tercatat masih aktif dengan ketinggian 2.329 m dpl, letusan terakhir terjadipada tahun 2011. Padang pasir yang luas dan halus, mempesona. Panas mulai begitu terasa diubun-ubun, kami terus melajukan sepeda motor yang tersenggal-sengal ban nya saat melewati pepasir yang kadang dalam.
Kuda menjadi primadona buat para anak-anak yang ingin naik hingga anak tangga puncak kawah bromo. Umumnya mereka anak-anak dan ibu-ibu yang ngak kuat buat nanjak. Medan menuju kawah adalah pepasir yang yang dalam, buat naik kesini kamu bisa milih diantara dua jalur yang ada. 
Ada anak tangga dan ada lereng yang bisa buat ngetrakking. Saya dan rombongan milih yang jalan lereng pasir, ini tuh jalur yang jika melangkah keatas, kaki kita akan tenggelam hingga lutut kemudian perlahan-lahan pasir akan menyeret kita kembali kebawah, ini jalan menyebalkan sebetulnya hahahah… gimana tidak, udah miring, kaki tengelam dalam pastinya susah buat ngelangkah, terasa berat udah gitu panasnya juara lagi. Hahaha.

Dan dari atas lereng-lereng kawah paling atas kita bisa lihat kebawah dengan pemandangan pasir yang subahanallah, keren sekali. Pengunjung menikmati panasnya jalanan pasir, ramai dan rata-rata kebanyakan anak muda memeng. 

Kami tak lama diatas lereng kawah ini, setelah cukup puas menatap kecenya hamparan pasir luas hingga kebawah sana, dan mengintip dalamnya kawah yang masih menyisakan asap-asap balerang yang tak pernah ada kata berhenti.

Kami turun kembali, dan melanjutkan perjalanan memutari gunung ini menuju.. Ranu Regulo. Gunung Sumeru.   

.........
Bersambung

-Farieco Paldona Putra-


klik gambar untuk memaksimalkan tampilan gambar

Rute perjalanan Sidoarjo-Gunung Bromo

ini kami satu rumbongan kecil masih botak-botak semua nih hehe
 
sang mentari pagi perlahan membuka semesta

mengabadikan moment mahal ini


rame banget uih...

 dan kini kecantikannya terpampang didepan mata

 mereka ini jauh-jauh datang demi melihat kecenya Negeri kita kawan

keren ga gaesss..... ??*-*





anak-anak tangga buat turun 
ini penampakan ke arah lembah.. dalem banget

jalan aspal berkelok diantara penurunan tebing

dan perjalanan turun kita sudah disambut dengan kekokohanya gaess :D

 diantara tebing, jalannya penurunan curam..
pelan-pelan boy -_-

setiba di padang pasir
 selamat datang si anak Batang Pasampan hehe
 
 daaaan,,,,, "satuuu"
 
 duaaaaa........
Tigaaaaaaaaaaaaaaaa..........  haha :D


dan kita sampai disini kawan-kawan
 
 akan menjadi cerita hingga nanti-nanti
 kuda menjadi cukup banyak digemari disini
 bule dimana-mana
 area pasir... buat ngetrakking
cukup jauh, butuh kesabaran yang baik
 lereng kawah


 pemandangan kebawah. hamparan lereng pasir yang indah bangettttttt... *-*
 kereenn...
 
 hamparan pasir, luasnya mungki n berpuluh-puluh Kilo Meter

















Jumat, 10 April 2015

JEJAK LANGKAH Episode 8 : kami disini di Nol Kilometer Yogyakarta

Penghujung magrib. Setelah bertanya sana sini, kami tak kunjung jua mendapatkan harga yang pas dengan kantong kami. wajar saja di kota wisata ini wisma mahal-mahal, dan tidak bisa menampung kami yang berombongan. Setelah bolak balik bertanya kebeberapa orang dipinggir jalan, akhirnya kami dapati sebuah wisma murah berkat bantua seorang bapak-bapak di trotoar jalan. kebetulan juga tak jauh dari alun-alun, Dua buah kamar murah, sederhana, terang, ya mirip kos-kosan, tapi besih. itu sudah lebih dari cukup.

Setelah menunaikan sholat Isa dan Magrib dijama’. Sekitar jam delapan malam perut kami sudah terasa begitu  lapar, mencari makan adalah prioritas utama saat ini.
kembali melintasi alun-alun jogja, kemudian Kraton yang kini masih diramaikan kerumunan orang-orang yang ikut serta dalam acara dan ada sebagian hanya sekedar melihat-lihat acara tahunan kraton tersebut, ternyata masih terus berlanjut acara arak-arakan yang tadi sore kami saksikan di sepanjang jalan Malioboro. 

Kota tua ini dimalam hari masih jelas hiruk pikuk aktifitasnya. terutama disini di perempatan ini, di ujung selatan Malioboro menuju Kraton Yogyakarta.
Di nol Kilometer kota Yogyakarta sisi jalanya lapang sekali. banyak dikunjungi oleh orang-orang dari berbagai daerah walau hanya sekedar nongkrong bersantai ria dan menikmati aktifitas manusia disisi jalan. Lokasi nol kilometer ini sungguh ramainya hingga larut malam, umumnya anak-anak muda kadang begitu asik menampilkan kemahirannya dalam pementasan seni musik.
Setelah makan dipinggir jalan malioboro, kami bersantai menikmati malam di trotoar lebar ini. suasana  perempatan masih begitu ramai oleh orang-orang. 

Titik nol kilometer kota Yogyakarta dikelilingi oleh bangunan-bangunan tua bersejarah. Bangunan yang penting dalam kemajuan kota Jogja sebagai kota wisata, dantaranya adalah Benteng Vredeburg, gedung kantor Pos Indonesia, gedung bank BNI 46, gedung agung atau istana kepresidenan. itu semua adalah bukti sejarah masa lalu kota ini dari penjajahan belanda. Tentu saja menjai daya tarik bagi para pengunjung di kota ini. 

Design bangunan-bagunannya masih sangat kental ala-ala Belanda. Bangunan tersebut sengaja tidak dirombak bentuknya dari dulu hingga  sekarang, masih dijaga keunikan arsitekturnya. Lampu-lampu bangunan dimalam hari menambah cantik bangunan-bangunan itu, sedap dipandang. ia seakan bercerita tentang masa lalu yang kelam, masa penjajahan yang terlalu perih bila diingat. Di perempatan ini banyak kegiatan-kegitan anak muda kreatif yang bisa kamu saksikan, jika beruntung kamu bisa menyaksikan pagelaran musik-musik Tradisional, Pop maupun Jazz. bersama berbagai macam alat musik yang bikin kamu berhenti sejenak dan menikmatinya perlahan-lahan. biasanya dimainkan oleh para pelajar atau mahasiswa seni, bahkan dari beberapa komunitas seni di Jogja.

Bersama segelas kopi kami menikmati suasana malam didepan bangunan-bangunan tua ini, di kota yang terkenal dengan sebutan kota buku ini, kota kraton yang terlalu sering saya saksikan ditipi-tipi Nasional dulu. Bersama penjaja termos panas dan kopi susunya kami ulur-ulur waktu untuk balik kepenginapan, dan tetap bertahan di diluar ini menikmati alam yang rasanya masih senja,  padahal sudah begitu larut malam. entah kapan kami kembali kekota kraton ini.

****
Sabait kata di penghujung malam, apakah itu?? yaitu  “Menjaga”. Menjaga adalah sebuah betuk usaha untuk memepertahankan diri, memepertahankan apa-apa yang diangab istimewa, melestarikan efek positif dan menebarkan bak bunga-bunga kebaikan pada orang disekitar. Begitulah kota ini, kota seni budaya yang masih dijaga hingga saat ini. menjaga semua ini adalah perjuangan nan penuh kegetiran dan lelah nan panjang, hanya satu tujuan utama agar tak tergerus oleh jaman yang dapat mengikis keunikannya, supaya tak dipandang sebelah mata dan rendah oleh orang-orang.

Cinta, maafkan tafsir lisan ini yang kadang tak pandai mengutarakanya. Cinta yang baik itu adalah cinta yang menjaga, cinta yang menjaga keutuhannya sebagaimana kodratnya ia semula ada. Cinta sejati adalah rasa yang yang terarah, rasa yang hanya mau berlabuh pada hati yng mau tunduk pada sang Maha Cinta dan ia setia. bak sepotong kata penyair kemerdekaan dulu perda berkata “mempertahankan kemerdekaan jauh lebih sulit dari pada merebut kemerdekaan itu sendiri”. Begitu halnya cinta, menjaga keistimewaan yang kamu miliki jauh lebih sulit ditengah rayuan dunia. 

Cinta....
Jagalah rasa mu hingga waktu pas menghampirimu, jagalah keistimewaan itu seperti halnya budaya tradisionalan negeri Yogya yang tak tergerus oleh jaman. Tetaplah menjaga keutuhannya agar tak pudar karena rayuan dunia, tapi kau punya pilihan untuk melestarikanya hingga bunga-bunga itu tetap mekar sebagaiman kodrat cinta itu diciptakan. Hingga seseorang yang juga menjaga rasa cintanya jua datang menjemputmu, seseorang yang tak terukur oleh harta dan tahta. Tapi hanya menerima mu apa adanya.  

****
Pagi adalah titik awal bagi jiwa yang perlahan bangkit dan mencari sepotong rindu, sabait pesan, dan seutas faedah buat orang lain. Disini, di bagian jejak langkah pagi ini  rasanya mentari lebih cepat meninggi kemudian terang dibandingkan di negeri Solok selatan nan jauh disana, negeri yang dingin. kadang saya suka membanding-bandingkan keduanya. 
Di bawah bangunan tua itu kami perlahan membelah gang-gang sempit menuju jalan utama kota ini. pagi yang begitu cerah, Jam tujuh pagi kami sudah kembali melanjutkan perjalanan. bertolak dari sini dari nol kilometer yogyakrta menuju pasar tradisional dipinggir jalan malioboro. Sebagai rencana sore ini kami akan pulang ke Sidoarjo. 
Sebab besok kami harus kembali belajar seperti biasa. Diantara bangunan tua dan area santai nan begitu bersih, dipagi ini kita akan semakin bisa mengamati secara seksama tentang bangunan-bangunan tua itu, satu lagi diseberang kantor Pos Indonesia juga terdapat Monumen seragam umum 1 Maret 1949 bangunan bersejarah ini menjadi bukti perjuangan rakyat Yogyakarta melawan penjajahan Belanda.     

Tak terasa setelah puas mengitari pasar sepanjang jalan ini. Berkat bantuan seorang teman dari edo (salah satu dari kami) Ticket kereta Jogja-Surabaya akhirnya kami peroleh seharga lima puluh lima ribu persatu tiketnya, kira-kira lama jarak tempuh kereta lima sampai enam jam, jam keberangkatan jam 18.00 wib. Menimati jajanan kecil dipinggir jalan, menikmati suasana sore hari kami puaskan. Setelah Asyar sebelum kami menuju stasiun kereta, sebelum berangkat kami semua sempatkan untuk menuju tugu Jogja. Tidak afdhol rasanya kalau tidak nginjakan kaki di pelatran tugu ini, sebagai tanda jejak itu pernah menyentuh ini.
****
Malam mulai menyelimuti jagat nankelam, memberi kode pada para pembanting tulang untuk pulang. Terlihat silih berganti orang-orang tengah keruman diarea stasiun, mengeja berbagai jenis manusia dari garbong kegerbong. Petugas nampak teliti dalam memerikasa tiket dan kartu tanda pengenal setiap calon penumpang, semua berjalan dengan baik. menginjakkan kota ini dibawah rembulan yang kelam dan kembali mengangkat kaki ini juga tepat ditengah malam. 
Datang malam, pergi pun malam, semua terasa berarti disaat kau  pertemukan dengan daerah yang baru ditengah malam, karena pagi akan selalu menunjukkan pesona khas negerinya. Berada dalam kelompok yang senasip sepersejalanan, Inilah salah satu cara untuk mengikis rasa apatis, rasa ego yang brangkali terselip selama ini dihati. bersama kereta kelas ekonomi kami menembus dinginya malam, melintasi hamparan sawah-sawah rumah penduduk diatas rel dan bersama ular besi ini.

.....
Bersambung


Farieco Paldona Putra 


klik gambar untuk memaksimalkan tampilan gambar
 lampu-lapu tua ditengah keramaian di nol kilometer nampak gedung Pos Indonesia

 Gedung tua Pos Indonesia
 Monumen seragam umum 1949
 senja menyinsing saat mencari wisma
 perempatan nol kilometer Kota Jogja
 gedung BNI 46 ,yang cantik dibungkus lampu-lampunya dimalam hari
 pagi menyapa trotoar yang lapang
 pagi yang cerah, gedung bank terlihat dipagi hari
 terangnya kota jogja
 para pedagang di tepi trotoar berjaja rapi

 santai sejenak
 lelah kaki melangkah ,
kami Tugu Jogja

 sampai di stasiun Surabaya, tengah malam